Langsung ke konten utama

Doa Untuk Negeriku

      

     Di penutup tahun 2025, mungkin ini menjadi tulisan terakhir saya di tahun ini. Meski terkesan lambat, tapi saya yakin tulisan ini menjadi jejak dan pengingat peristiwa yang terjadi menjelang akhir 2025. 

    Saya yakin ini sangat memorial bagi rakyat Indonesia. Mulai dari konflik demo pada bulan Februari (memprotes kebijakan fiskal pemerintah), 15-20 Maret (menolak revisi UU TNI), Agustus-September (demo kebijakan tunjangan anggota legislatif dan beberapa sikap juga pernyataan menteri/anggota dewan). Bencana banjir dan longsor yang terjadi juga mencapai angka 3.176 kali dan puncaknya pada November - Desember ini. Dari sini kita berkaca dan menyadari bahwa negri ini dalam kondisi darurat. 

    Perasaan sedih, kecewa, kesal seperti paket komplit, menjadi penutup tahun ini. Dewi, sebagai anak kelahiran sumatera, tumbuh besar dan tinggal di Sumut, merasa pedih teramat dengan banjir dan longsor yang menimpa 3 provinsi sekaligus di pulau Sumatera. Ya, hanya 3 provinsi dari 38 provinsi, katanya. Bahkan menyusul 2 provinsi lainnya yaitu Sulawesi dan Kalimantan Selatan. Seolah angka itu dianggap kecil, dan ribuan korban jiwa yang meninggal hanya sekedar data. Seolah mereka barang yang tak berharga. 

      Kalo boleh jujur kami yang berada di provinsi yang terdampak, di awal merasa kok orang se-indo anteng-anteng aja. Berita bencana tertutupi kasus perselingkuhan artis dan tumbler. Ah iya, mungkin lebih seru mengupas tuntas berita mereka. Sementara banyak warga Sumut, Aceh, Sumbar yang terendam banjir, terisolasi, bahkan rumahnya rata dengan banjir. Pun saat surut harus berjuang menyingkirkan lumpur yang ujung-ujungnya menjadi sumber penyakit seperti gangguan pernafasan, penyakit kulit, bahkan berujung pada kematian karena tidak ada bahan makanan.

Separah Apa Banjir di Aceh?

      Warga Aceh menyebut bencana ini seperti tsunami kedua, bahkan lebih besar. Jika Tsunami pada Desember 2004 hanya berdampak didaerah yang berada di pesisir atau sekitar pantai. Banjir dan longsor yang terjadi kali ini berada di daerah perkotaan yang menyapu dan menimbun apapun yang dilewatinya. Kerusakan bertambah payah dengan banyaknya gelondongan kayu yang ukurannnya cukup untuk meratakan rumah satu desa bahkan satu kabupaten hingga banyak jembatan yang rusak akibatnya. Dan ini bukan pohon yang tercabut karena kuatnya longsor atau banjir seperti statement pemerintah, tapi kayu licin yang memang sudah ditebang kian, dibersihkan permukaan kulitnya dan siap untuk dijual. Seolah warga tak paham dengan apa yang terjadi pada hutan mereka. Tapi warga bisa apa? Bukankah nyawa bahkan bisa melayang saat kita teramat fokus pada alam bumi pertiwi.


Mengapa Status tidak Dinaikkan?

       Usut punya usut, sejatinya Sumatera adalah pulau yang memiliki luas hutan 47 juta hektar. Namun 11 juta hektar (daerah Sumut, Sumbar dan Aceh) data terahir 2024 - telah mengalami deforestasi. Entah kapan prosesnya sudah menjadi lahan sawit yang kita sama-sama tau, dah lenyap saja hutan dan menjaga keasrian bumi sumatera. Siapa pemilik lahan sawit terbesar di daerah tersebut. Tahu kan?? Masa sih gak tahu. 

      Sebagian juga berpendapat hal ini juga yang membuat Status Bencana Nasional tak kunjung ditetapkan hingga sekarang. Selain juga soal anggaran yang katanya sudah kosong, karena terserap oleh program unggulan presiden, MBG. Padahal menteri keuangan sendiri sudah memaparkan, telah dianggarkan 650 M untuk bencana Sumatera. Ya meski jumlahnya cuma lebih dari setengah anggaran MBG sehari. Kocak ya? 

       Jujur makin diulik, makin nyesek rasanya di dada. Sudah sebulan lebih bencana Sumatera berlalu, namun belum ada bantuan atau rencana progresif dari pemerintah untuk daerah yang terdampak. Pun janji-janji akan menindak tegas izin penebangan ilegal, seperti pemanis semata. Padahal banyak sekali yang perlu diperbaiki, kompleks sekali. Mulai dari 3 kebutuhan dasar yaitu sandang, pangan, papan, lalu juga infrastruktur, ketersediaan listrik, fasilitas kesehatan, sekolah darurat, dll yang sebenarnya ini sangat mampu dibantu oleh pemerintah. Tapi rasanya kami seperti anak tanpa orang tua. Diperhatikan dan dikunjungi hanya sesaat, bantuan sekadarnya juga terkesan tidak ditangani dengan serius. Kocaknya lagi menolak banyak bantuan dari luar negri. Seberat inikah menjadi WNI??

        Maka tagar Warga Bantu Warga, Korban bantu Korban, lebih nyaman di telinga kita dari pada mengharapkan sesuatu yang belum pasti. Yuk bantu apa yang bisa kita bantu. Ntah itu harta, tenaga, atau sekedar share, bantu menyuarakan apa yang terjadi dan progres terkini daerah terdampak. Kita sama-sama berdoa, supaya negeri bisa lebih baik lagi masa depannya, pemimpinnya. Juga oknum yang bertanggung jawab atas semua kerusakan ini, bisa mendapat ganjaran yang setimpal. Amiiin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngapain Lagi Di Bulan Syawal?

       Usai nya Ramadhan berganti dengan Syawal. Ibadah puasa ramadhan telah selesai begitu juga dengan shalat Tarawih. Saat nya merayakan kemenangan, dengan saling bermaafan dan silaturahim dengan sanak keluarga.       Ada rasa lega yang tak terucap setelah berhasil melewati ‘pesantren’ istilah yang ku sebut, dalam waktu sebulan ini. Meski ada juga rasa sedih karena berpisah dengan bulan penuh berkah dan berharap kelak akan bertemu lagi. Amiin.       Setelah Ramadhan selesai, ada beberapa ibadah yang memang tidak dikerjakan lagi. Namun di bulan Syawal ternyata punya anjuran ibadah khusus. Hukumnya sunnah muakkad, yaitu puasa Syawal. Dan juga dianjurkan tetap melanjutkan ibadah rutin yg sudah kita latih selama Ramadhan, seperti tilawah, qiyamul lail, shalat Dhuha, dll.     Singkatnya, sebelas bulan yang kita lalui sebelum bertemu Ramadhan lagi adalah menuai apa yang kita latih selama Ramdadhan. Ya, tidak ada kata istirahat...

Siaga Mata Kering dengan Insto Dry Eyes

      Menjadi guru dan penulis (ehmmm), Dewi dituntut untuk prima dan stand by di situasi apa pun. Misal saat mengajar, guru sebaiknya memiliki looks atau tampilan yang bagus saat mengajar. Bukan cuma tentang pakaian tapi kesiapan dalam mengajar. Jika mengajar dalam kondisi yang kurang sehat, atau ada saja organ tubuh yg sakit, sangat tidak maksimal tentu dalam mengajar.         Kontak mata saat mengajar itu penting ya. Membuat si anak jadi semakin yakin dan fokus dalam belajar. Artinya kesehatan mata sangat penting bagi seorang guru, (semua profesi sih ya, hehe). Belum lagi mitos jika mata kita merah, maka akan menular. Arghhh.       Begitu juga sebagai penulis, kita dituntut untuk banyak membaca, sehingga tidak terhindarkan screentime dengan gadget atau laptop dalam waktu yang tidak bisa dipastikan. Sudah pasti mata lelah dan tidak nyaman rasanya.       Ternyata mata lelah, mata merah, terasa sepet dan ker...

Beberapa Poin Penting dalam Berinfaq

          Di bulan Ramadhan, banyak orang yg berlomba-lomba dalam beramal ibadah. Mulai dari Qiyamullail, tadarus, infak, sedekah, zakat, dll. Kali ini Dewi ingin membahas salah satunya, yaitu infaq.        Seperti janji Dewi, tulisan ini bersumber dari kitab Syarah Riyadush Shalihin, karya Imam An-Nawawi jilid 1. Dewi tertarik membaca sebuah hadist yang membahas tentang infaq.        “Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Dan mulailah berinfak dari orang yang menjadi tanggunganmu. Sebaik-baik sedekah adalah yang diberikan oleh orang yang memiliki kelebihan. Barang siapa menahan diri dari meminta-minta, maka Allah akan mencukupkan kebutuhannya. Dan barangsiapa merasa kaya, maka Allah akan membuatnya kaya.” (HR. Bukhari)       Banyak sekali point menarik yang bisa kita ambil dari hadist tersebut, yaitu: 1. Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.      Tangan di atas adalah oran...