Langsung ke konten utama

Cara Ampuh Atasi Pertanyaan Sensitif saat Lebaran.

    

Sumber gambar: kompas.com

       Alhamdulillah, telah sampai kita pada hari kemenangan. Antara sedih dan senang karena harus mengucapkan selamat jalan pada Ramadhan sekaligus bahagia menyambut hari kemenangan.


     Malam takbiran terasa sangat megah, mendengar sahutan takbir menjadi syahdu dan haru. Di moment bahagia ini kita berkumpul dengan keluarga. Suka cita mempersiapkan lebaran esoknya, mulai dari bersih-bersih rumah, memasak sajian spesial lebaran, gosok baju yg bertumpuk atau persiapan mudik. Banyak serba-serbi nya ya. Yang pasti ini moment yang spesial bagi ummat Islam. 


     Intinya sehebat apapun kita mempersiapkan Hari Raya atau Lebaran, hal yang paling mewah adalah berkumpul dengan keluarga. Karena di hari libur lain, belum tentu bisa berkumpul dengan formasi lengkap.


    Bagi yang sedang merantau dan belum memungkinkan untuk mudik, sabar ya. Semoga di tahun selanjutnya bisa berkumpul.


    Rasanya seru ya, bisa berkumpul dengan keluarga besar, ada orangtua, kakek nenek, om tante dan para sepupu. Bisa bercengkrama sambil menikmati lontong dan rendang. Wuiih sedapnya.


    Tapi, nah tapi apa ni? Beberapa hari ini Dewi cukup banyak melihat postingan dengan menjaga lisan. Maksudnya?


   Lazimnya saat berjumpa kita banyak bertanya tentang kondisi saudara/kerabat kita tersebut. Sah-sah saja sebenarnya, jika pada waktu dan tempat yang tepat. 


    Jadi ada pertanyaan-pertanyaan sensitif yang sebenarnya lebih baik di tanyakan saat face to face aja, gak saat duduk rame-rame. Misal, kapan wisuda? Kapan nikah? Kapan punya anak? Kamu kok gemukan sih? Dan berbagai pertanyaan sederhana namun menohok. Karena bisa jadi yang ditanya juga bingung harus jawab apa.


    Tapi gak mungkin juga menghindar terus ya. Nah, apa aja ya tips nya.


  1. Bisa memahami dan merespon pertanyaan dengan baik.


   Terkadang pertanyaan yang dilontarkan hanya bersifat candaan atau kita salah dalam menangkap arti dari pertanyaan itu. Yang terjadi malah emosi karena yang ditanyakan bersifat sensitif. Menurut Ratih Ibrahim, seorang psikologi klinis, penting sekali untuk paham kemana arah pertanyaan dan respon dengan baik. Kenali karakter yg memberi pertanyaan juga penting ya, jadi kita paham cara mengantisipasinya dan tidak terlanjur emosi.

 

  1. Alihkan perhatian.


    Lalu bagaimana jika sudah terpancing emosi? Senyumin aja dan abaikan pertanyaan tersebut. Ingat, kita tetap punya hak untuk menjawab atau tidak. Kita bisa mengalihkan perhatian dengan berbincang pada anggota yang lain atau menikmati hidangan lebaran yang disajikan. 


  1. Persiapkan topik pembicaraan.

     

     Terkesan lucu ya, tapi ini efektif jika kita tidak ingin jadi bahan pembicaraan sekeluarga atau malah sekampung, hehe. Topik ini bisa disesuaikan dengan karakteristik keluarga, jadi gak terkesan garing dan relate ya. 


      Ya paling tidak kita bisa mengalihkan anggota keluarga pada pertanyaan-pertanyaan sensitif tadi.


4. Berikan jawaban yang normatif dan diplomatis


      Lalu bagaimana jika mereka tetap kepo? Hehe. Cukup beri jawaban yang diplomatis dan normatif. Biar gak terkesan kaku, selipkan sedikit humor saat menjawab.


    Bagaimana pun kondisinya usahakan untuk tetap calm down. Apa pun komentar saudara, sebenarnya tidak lebih dari sebuah kalimat melihat sisi luar dari diri kita. Ingat, hanya sisi luar. Bagaimana dalamnya hanya kita yang paling paham. 


    Jadi gak salah untuk belajar masa bodoh, atas semua komentar yang kurang mengenakkan. Ya kalau bersifat membangun silahkan diambil, tapi kalau jadi toxic, tidak perlu diserap, anggap saja angin lalu. 


    Karena yang menjalani adalah kita sendiri. Kita yang mengerti mana yang terbaik. So, jangan terlalu diambil pusing. Terutama jika yang berkomentar atau bertanya itu adalah saudara yang jarang sekali dijumpai. Yakinlah, dia tidak paham bagaimana dirimu. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beberapa Poin Penting dalam Berinfaq

          Di bulan Ramadhan, banyak orang yg berlomba-lomba dalam beramal ibadah. Mulai dari Qiyamullail, tadarus, infak, sedekah, zakat, dll. Kali ini Dewi ingin membahas salah satunya, yaitu infaq.        Seperti janji Dewi, tulisan ini bersumber dari kitab Syarah Riyadush Shalihin, karya Imam An-Nawawi jilid 1. Dewi tertarik membaca sebuah hadist yang membahas tentang infaq.        “Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Dan mulailah berinfak dari orang yang menjadi tanggunganmu. Sebaik-baik sedekah adalah yang diberikan oleh orang yang memiliki kelebihan. Barang siapa menahan diri dari meminta-minta, maka Allah akan mencukupkan kebutuhannya. Dan barangsiapa merasa kaya, maka Allah akan membuatnya kaya.” (HR. Bukhari)       Banyak sekali point menarik yang bisa kita ambil dari hadist tersebut, yaitu: 1. Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.      Tangan di atas adalah oran...

Ngapain Lagi Di Bulan Syawal?

       Usai nya Ramadhan berganti dengan Syawal. Ibadah puasa ramadhan telah selesai begitu juga dengan shalat Tarawih. Saat nya merayakan kemenangan, dengan saling bermaafan dan silaturahim dengan sanak keluarga.       Ada rasa lega yang tak terucap setelah berhasil melewati ‘pesantren’ istilah yang ku sebut, dalam waktu sebulan ini. Meski ada juga rasa sedih karena berpisah dengan bulan penuh berkah dan berharap kelak akan bertemu lagi. Amiin.       Setelah Ramadhan selesai, ada beberapa ibadah yang memang tidak dikerjakan lagi. Namun di bulan Syawal ternyata punya anjuran ibadah khusus. Hukumnya sunnah muakkad, yaitu puasa Syawal. Dan juga dianjurkan tetap melanjutkan ibadah rutin yg sudah kita latih selama Ramadhan, seperti tilawah, qiyamul lail, shalat Dhuha, dll.     Singkatnya, sebelas bulan yang kita lalui sebelum bertemu Ramadhan lagi adalah menuai apa yang kita latih selama Ramdadhan. Ya, tidak ada kata istirahat...

Siaga Mata Kering dengan Insto Dry Eyes

      Menjadi guru dan penulis (ehmmm), Dewi dituntut untuk prima dan stand by di situasi apa pun. Misal saat mengajar, guru sebaiknya memiliki looks atau tampilan yang bagus saat mengajar. Bukan cuma tentang pakaian tapi kesiapan dalam mengajar. Jika mengajar dalam kondisi yang kurang sehat, atau ada saja organ tubuh yg sakit, sangat tidak maksimal tentu dalam mengajar.         Kontak mata saat mengajar itu penting ya. Membuat si anak jadi semakin yakin dan fokus dalam belajar. Artinya kesehatan mata sangat penting bagi seorang guru, (semua profesi sih ya, hehe). Belum lagi mitos jika mata kita merah, maka akan menular. Arghhh.       Begitu juga sebagai penulis, kita dituntut untuk banyak membaca, sehingga tidak terhindarkan screentime dengan gadget atau laptop dalam waktu yang tidak bisa dipastikan. Sudah pasti mata lelah dan tidak nyaman rasanya.       Ternyata mata lelah, mata merah, terasa sepet dan ker...